Minggu, 26 Juni 2016

Nafsu Birahi Citra 5

Nafsu Birahi Citra part 10 | Menikmati Siksaan


"PRAWOTO...???!" Kaget Citra histeris. Matanya melotot dan mulutnya menganga, “Jadi tadi tuh kamu yang menyetubuhiku….?” Tambahnya lagi seolah tak percaya jika lelaki yang sedari tadi menikmati tubuh moleknya dengan kasar adalah si tukang sate, teman Seto.

Sambil berkacak pinggang, Prawoto hanya bisa tersenyum sambil menganggukan kepala. Sama sekali tak merasa bersalah sedikitpun. “Enak khan mbak dientotin kontol besarku...?” Tanya Prawoto santai.

Sekilas, Citra melirik ke arah batang penis Prawoto yang masih setengah tegang.

"Wow.. Kontolnya besar sekali...." Kagum Citra sambil terus menatap batang yang ada di depan hidungnya. "Ga beda dengan kontol Seto..."

"Hehehehe.... Puas-puasin deh mbak liatin kontol yang baru saja menyetubuhimu ini.. Hehehe..?" Kata tukang sate itu seolah membaca apa yang ada diotak Citra.

Dengan sengaja, lelaki kurus itu lalu melakukan kegels dan mempermainkan otot kelaminnya. Membuat batang penisnya yang baru saja memuntahkan sperma ke mulut mungil Citra itu mengangguk-angguk lucu. Seolah menggoda, berulang kali kepala penis tukang sate itu mengetuk-ketuk dagu dan hidung Citra.

“Mau aku entotin lagi nggak mbak...? “ Tanya lelaki kurus itu lagi, yang kali ini ia mulai menepuk-tepukkan batang penisnya yang masih belepotan sperma itu ke mulut Citra.

PUK PUK PUK PUK

“Buka mulutmu mbak…” Kata Prawoto yang tanpa meminta lebih jauh segera menjejalkan lagi batang penisnya dalam-dalam ke mulut Citra. Entah karena masih mengantuk atau belum berpikir apa-apa, Citra hanya membiarkan kepala penis Prawoto menyeruak masuk. Menerobos bibir dan deretan gigi putihnya. Tak lama kemudian Prawoto segera menggerakkan batang penis itu maju mundur, mirip seperti orang yang sedang menggosokkan sikat gigi ke mulut Citra.

Tiba-tiba, Citra tersadar dengan apa yang ada di dalam mulutnya. "Kontol Prawoto khan baru saja menyodomi anusku...?" Tanya Citra dalam hati sambil memundurkan kepalanya menjauh dari batang penis Prawoto. "Mmmmpppffff....." Ucap Citra berusaha menghindar.

"Eh eh eeehh... Jangan berhenti dulu mbak...Aku pengen ngerasain lagi enaknya ngentotin tenggorokanmu..." Cegah Prawoto yang dengan sigap segera memegang belakang kepala Citra. Membuat wanita cantik itu tak mampu menggerakkan kepalanya dari sodokan penis besar Prawoto.

Seketika, sebuah rasa yang tak pernah Citra kenal seumur hidupnya menjalar cepat di sekujur syaraf indera perasanya. Pahit, getir, asam, asin, semua menyatu menjadi satu. Belum lagi ditambah dengan aroma memabukkan yang berasal dari lubang pembuangan tubuhnya, membuat wanita cantik itu merasa begitu dipermalukan oleh Prawoto.

"HOOEEEKK... " Erang Citra lagi, berusaha keras menolak sodokan penis Prawoto.
"Hehehehe... Gausah geli mbak... Khan ini lendir anusmu sendiri..." Kata Prawoto yang terus menyodokkan penisnya dalam-dalam ke mulut Citra.
“HUOOOKK…”
"Enak khan rasanya…? Nikmatin aja mbak.. Nggak usah dilawan... Hehehehe..."

"Baru juga semalam ketemu, dia sudah berani menyetubuhi diriku..." Batin Citra kesal.
"Baru juga salaman saling sapa, dia sudah berani menyodomi anusku... "
"Baru juga kenal semalaman, dia sudah meminta mulut dan lidahku menjilati lendir anusku yang menempel pada batang penisnya...."

“Kok kamu diem aja mbak…? Tanya Prawoto,
"Kamu suka ya diperlakukan seperti ini…?”
"Pasti kamu mulai menikmati ya mbak..? Hehehehe..."

Pikiran Citra semakin kacau. Tak tahu harus berbuat apa. Yang bisa ia lakukan saat itu hanyalah berdiam diri. Oleh karenanya Citra sengaja tak menjawab pertanyaan Prawoto sedikitpun.

Berulang kali tak menjawab pertanyaannya, membuat Prawoto gemas. Dengan cepat, lelaki kurus itu lalu menjulurkan tangannya kebawah, meraba payudara besar Citra lalu meremasnya kencang-kencang.

“Haaaaawwww…. Haaakiiiittttt….” Jerit Citra lantang dengan mulut yang masih tersumpal penis Prawoto.
“Hehehehe…. Akhirnya kamu bisa bersuara juga mbak….Hehehe….”
“Emhaang akhu pahung, diem haja halok dihapa-hapain…?” jawab Citra kesal
“Hehehe… Bukan patung ya….? Abisan dari tadi aku tanya, mbak nggak jawab sama sekali…”

Walau kesal, entah kenapa wanita cantik itu sama sekali tak melarang Prawoto ketika ia dan batang penisnya mengobrak-abrik mulut dan tenggorokannya. Ia tetap duduk diam di tepi kasur sambil berpegangan pada paha kurus tukang sate itu. Citra sama sekali tak menolak menerima sodokan-sodokan kasar dari penis Prawoto yang semakin lama semakin masuk dalam-dalam.

GAG GAG GAG
“Kamu suka seks kasar ya mbak…?” Tanya Prawoto lagi
Citra tak menjawab, ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya sambil terus menerima perlakuan kasar Prawoto. Lagi-lagi Prawoto meremas payudara besar Citra keras-keras.
"AArrrggghh... Haaakiiittt..." Jerit Citra lagi.
"Hehehehe.... Jawab mbak.... Jawab kalo kamu suka diperlakukan kasar..." Kata Prawoto lagi sembari terus menyodokkan batang penisnya dalam-dalam ke mulut Citra.

GAG GAG GAG

"Hehehe... Nggak usah malu mbak... Ngaku aja kalo suka...." Kata Prawoto, "Ayo buka mulutmu lebih lebar mbak… Rasain kepala kontolku…”

GAG GAG GAG GAG

"Enak ya mbak mulutnya aku entotin..?" Tanya Prawoto yang tiba-tiba mencabut penisnya lepas dari mulut Citra dan membiarkan wanita cantik itu mangap-mangap lebar menantikan siksaannya lagi. "Enak khan mbak..? Ayo ndongak mbak.... Buka mulutnya lebar-lebar...."
"Aaahhh...." Ucap Citra menurut sambil mendongak. Lalu ia membuka mulut.
"JUUUHHH...." Prawoto tiba-tiba meludahi mulut Citra. "Ayo jawab mbak... Kamu suka khan aku perlakukan seperti ini...?

Entah kenapa, Citra sama sekali tak tersinggung ketika menerima perlakuan kurang ajar Prawoto. Alih-alih marah kerena mulutnya baru diludahi Prawoto, ia malah menelan habis ludah tukang sate itu kemudian membuka mulutnya lagi. "Aaaaaaa....."

"Hehehehe... Kamu suka ya mbak...?"

Dengan malu-malu, Citra lalu menganggukkan kepalanya pelan. Ini seperti bukan dirinya. Karena tak mungkin Citra yang ia kenal mau diperlakukan seperti wanita hina begini. Terlebih, diperlakukan semena-mena oleh lelaki yang baru saja ia kenal.

"Naaahhh.... Begitu doonk mbaaak.... Hehehe...." Ucap Prawoto girang. "JUUUHHH...." Lagi-lagi, lelaki kurus itu meludahi mulut Citra, "Telan mbak..."

GLEK.

"Hehehe.... Pinteeeerrr.... Kamu memang wanita penurut..... JUUUHHH...."
Melihat pria yang ada didepannya senang, Citra pun seolah menikmati perlakuan kurang ajarnya.

"Sekarang isep kontolku lebih dalam lagi mbak....” Pinta Prawoto sambil cepat-cepat melesakkan batang penisnya dan memaju-mundurkan pinggulnya. ”Sedot yang dalem mbak… Rasain air ludahku... Rasain bekas pejuhku... Rasain bekas lendir anusmu...”

“Mppphhhfff…” Suara mulut Citra begitu tersumpal penis Prawoto lagi.

GAG GAG GAG GAG

Seolah terhipnotis dengan segala permintaan Prawoto, Citra membiarkan harga dirinya terinjak-injak oleh lelaki kurus itu. "Citra Agustina.... Kau wanita murahan... Sangat gampangan...."Kata batinnya ketika menerima semua perlakuan kasar tukang sate itu.

"Kalo aku boleh menebak... Kamu tuh wanita yang suka kontol-kontol besar ya mbak...?" Celetuk Prawoto, " Kamu lebih suka disetubuhi kontol pria lain yang ukurannya jauh lebih besar daripada kontol kecil suamimu....Ya khan mbak...?"

"Hengak ahja....Hkata shiapha...? Nghaco hamu Hbang... "Citra menggeleng, sama sekali tak menyetujui pernyataan Prawoto barusan.
"Hehehe kamu bohong mbak.... Aku tahu kamu suka...."

"Sialan.... Kok dia bisa tahu ya....?" Heran Citra dalam hati.

"Ayo ngaku aja mbak.. Kalo nggak aku siksa loh..." Kata Prawoto yang tiba berhenti menyodok mulut Citra, dan melesakkan seluruh batang besar miliknya ke tenggorokan Citra.
"HOOOOEEEKK...." Erang Citra kesakitan.

Seketika, Citra tak mampu bernafas. Mulut dan tenggorokannya tiba-tiba penuh sesak dijejali oleh batang besar Prawoto. Saking penuhnya, hampir separuh batang besar itu tertanam ke tenggorokannya. Sakit sekali. Citra yang panik karena tak bisa bernafas buru-buru memukul-mukul tubuh Prawoto, mencoba meronta untuk membebaskan mulut mungilnya dari tusukan penis besarnya.

Namun, sepertinya percuma.

Semakin Citra meronta, semakin dalam pula batang penis Prawoto melesak masuk kedalam. Membuat mulutnya semakin penuh, tenggorokannya semakin sesak, dan rahangnya semakin pegal..

"Huuooohh... Enak banget tenggorokanmu mbaaakk... Ssshhhh..... " Erang Prawoto yang menikmati sensasi tenggorokan Citra ketika tersiksa oleh batang penisnya. "Rasanya seperti berkedut-keduuuutt..."

Citra yang tak mampu melakukan apapun, hanya meronta-ronta sebisanya, mencoba membebaskan diri dari siksaan Prawoto."Hayo ngaku dulu ah... Bilang dulu kalo kamu lebih suka disiksa oleh kontol lelaki lain ketimbang kontol suamimu... Hehehe..."

Merasa tak ada jalan lain, Citra akhirnya mengakui pernyataan Prawoto. Daripada ia pingsan kehabisan nafas dan mati lemas karena tersedak batang penis besar milik si tukang sate, lebih baik ia mengakui semua pernyataan itu.

Wanita cantik itu akhirnya menganggukkan kepala.
"Hehehehe.... Perempuan pintar..." Kata Prawoto yang kemudian mengendorkan tusukan penisnya dan mencabut batang kebanggaanya keluar dari mulut Citra. " Akhirnya ngaku... Hehehehe..."

"PUAAAAHHH.... " Desah Citra lega. Seperti mendapatkan hidup baru, Citra buru-buru menghisap udara dalam-dalam. "HAAAAH..HAAAH....HAAH...HAH...HAH.... UHUK UHUK UHUK…"

"Hehehe... Kalo panik... Wajahmu jadi keliatan lebih cantik deh..." Kata Prawoto santai sambil mengusap rambut halus Citra dan kemudian mengecup keningnya. "Aku jadi jatuh cinta ama kamu...."
"UHUK UHUK UHUK… Gila kamu Bang… Hah Hah Hah… Wong gendheng... Bisa mati keselek aku disodok kontolmu Bang... Hah Hah Hah..."
"Heehehe... Makanya ngaku aja mbaaak... Aku suka kok perempuan jujur... Cuppp.." Kata Prawoto yang kemudian mengecupi bibir tipis Citra.

Merasa gemes dengan perlakuan Prawoto, Citra mendorong tubuh tukang sate itu lalu menangkap batang penisnya. Dengan kecepatan tinggi, wanita cantik itu mulai mengocoknya dengan cepat. Tak lupa, Citra juga menyedot dalam-dalam sambil mengecupi lubang kencing Prawoto kuat-kuat.

“Sluuurrpp… Cupcupcluurpp… Sluurp…”
"Eh eh eeeeehhh... Mbak.... Kamu mau apa mbaak...?" Tanya Prawoto yang kaget dengan perlakuan Citra. Ia tak mengira jika wanita yang sedari tadi diam menerima semua hinaanya, bisa menjadi sebuas ini.

"HUOOOOHHHHH... ENAK BANGET MBAAAKKK..." Erang Prawoto keenakan, "Ampuuun mbaaak... Bisa keluar lagi pejuhku kalo sedotanmu kaya gini..."
"Yaudhah....Hkeluahin aha hlagi... Sluurrpp.... Sluurrpp..."

Dan benar saja, melihat tubuh Prawoto mulai bergetar, Citra buru-buru memuntir-muntir batang penis lelaki kurus itu dengan cepat, sambil terus menstimulus kepala penisnya yang besar dengan tenggorokannya yang lembut.

Merasa akan segera orgasme, Prawoto segera menangkap kepala Citra dan menyodok-sodokkan penisnya ke mulut Citra cepat-cepat.

GAG GAG GAG GAG...

"Gila kamu mbak... Enak bangeeettt... Ga heran kalo si Monyet Seto itu menggenjotmu sampe pagi mbak... Essshhh... Shhhh... Mulutmu enak banget mbak... Mirip memekmu... Mirip anusmuuu.... Enak bangeeeeettt.....”

Buru-buru Prawoto lalu mencabut penisnya dan mengambil alih kuasa atas batang besarnya. Dengan kecepatan tinggi, lelaki kurus itu segera mengocok batang beruratnya kuat-kuat sembari mengarahkan kewajah Citra.
“Shhh…Buka mulutmu mbak… Aku mau siram muka genitmu…. AAAARRRRGGGHHHH......"
“Aaaaaaaaaaa” Ucap Citra menurut sambil membuka mulutnya lebar-lebar.

CROT CROT CROT CROT CROT...

Lima semburan sperma hangat segera meluncur deras keluar dari mulut penis tukang sate itu. Terbang bebas, dan mendarat ke permukaan wajah cantik Citra. Sebagian masuk kedalam mulut dan mengenai rambutnya.

"HOOOAAAHHH MBAAAAKKK.... ENAAAAK BANGGGEEEEEETTT..." Erang Prawoto lega, "... Baru kali ini ada wanita yang bisa bikin kontolku muncrat hanya dengan mulutnya.... "
"Hihihi... Muncrat sih muncrat.... Tapi ya masa harus di mukaku siiihhh.....?" Omel Citra kesal sambil menyeka sperma hangat dari wajahnya, "Kena mata niiiihh... Periiihhh...."
"Hehehe... Habis kamu cantik banget sih mbaak.. Jadi pengen mejuhin mukamu terus.... Hehehehe..."
"Aaahh... Tetep aja kamu nyebelin...."
"Itung-itung buat bikin awet muda mbak... hehehe... Hisep lagi donk mbak.... Bersihin kontolku sampe kinclong ya..."

Mendengar permintaan mesum Prawoto, entah kenapa Citra langsung melupakan rasa kesalnya dan segera mencaplok kepala penis lelaki kurus. Wanita cantik itu kemudian menjilatinya dengan buas.

“Citra agustina… Kamu benar-benar murahan.... Tak pernah bisa menahan diri kalo melihat kontol besar…” Kata hati Citra berteriak lantang, “Apa yang bakal orang lain katakan jika melihat dirimu bisa ditidurin dengan mudah... Dasar wanita pezina…. Pelacur… Mbalon... Cabo.. Sundel….Jalang... Pengumbar memek gratisan…"

"Mas Marwan pasti kecewa memiliki istri sepertimu... LONTE”

Tiba-tiba, sebuah senyuman tersungging di wajah ayunya. “Hihihihi…. Biar aja orang tahu jika aku LONTE.... Yang penting aku tak merugikan orang lain…. “ Balas Citra dalam hati, “Yang penting aku senang.... Yang penting AKU PUAASSS...."

***

Tak terasa, jarum jam sudah menunjukkan jam 7 pagi dan matahari sudah muncul dari balik gunung. Ditemani suara kicau burung dan segarnya udara pagi, terlihat sepasang manusia yang sedang menikmati pagi diatas balkon.

"Enak juga sarapan bikinanmu Bang.... " Kata Citra yang masih dalam keadaan telanjang bulat, memakan semua menu sarapan buatan Prawoto dengan lahap. Seolah tak lagi memiliki rasa malu, ia membiarkan tubuh telanjangnya dinikmati oleh mata mesum Prawoto, " Huuuaaahhh..... Jadi kenyang perutku Bang.... Makasih yaaaaa...." Tambah Citra lagi.

"Syukurlah kalo kamu suka mbak.... Tuh jus buahnya sekalian dihabisin..."
"Glek glek glek... Aaahhhh...Semua bikinanmu enak banget Bang..... Mirip makanan hotel mahal...." kata Citra sambil mengusap-usap perut rampingnya.
"Hehehe. Bisa aja kamu mbak...." Balas Prawoto sambil membereskan piring-piring kotor.

"Eh iya Bang..... Aku boleh pinjem baju...? Ama handuk...?" Tanya Citra.
"Mau mandi ya mbak...?"
"Enggak... Mau macul... Hihihi....Iyalah aku mau mandi...." Canda Citra, "Badan aku lengket banget nih... Penuh pejuh-pejuh lelaki tak bertanggung jawab....hihihi..."
"Yaaaahhh... Percuma mbak... Ga ada gunanya bersih-bersihin badan..."
"Looh...Kenapa....?"
"Yaaa Ntar juga bakal aku pejuhin lagi. Hehehehe....."
"Iiihhh... Enak aja... Nggak mau ahhh... Kamu mainnya kasar.... Badan aku sakit semua...." Jawab Citra santai, seolah mereka tak lagi memiliki rasa sungkan.

"Hahahaha....Kasar tapi suka khan...?"
"Idiiiiih... Nggak banget.... Masih enakan cara mainnya Seto...Weeee, "Canda Citra lagi sambil menjulurkan lidah
"Hahahaha.... Tapi khan kontolnya gedean aku... Weeee..." Balas Prawoto mengolok Citra.
"Kontol gede tapi kalo maennya kasar juga percuma Bang...."
"Habisan aku kasar juga gara-gara kamu mbak....."
"Ngawur aja.... Mana bisa kasar gara-gara aku....?"
"Iyalah... Gara kecantikan dan kegenitanmu... Aku jadi gemes.... Trus ujung-ujungnya aku jadi pengen ngabisin semua kenikmatan tubuhmu..."
"Hihihi... Preeeeeeetttt.... Awas ketagihan loh...." Kata Citra sambil menjulurkan lidahnya lagi.
"Emang udah ketagihan kali mbak... Nih lihat kontolku udah bangun lagi...." Kata Prawoto yang buru-buru bangkit dari tempat duduknya dan lagi-lagi memamerkan batang penisnya yang sedang mengangguk-angguk naik turun .
"Haaaadeeehhhh.... Ngacengaaaan....Hihihi.... Nggak Seto, nggak kamu, semua otaknya pada mesum..."
"Ya kalo deket kamu... Cuman lelaki nggak normal mbak yang ga mesum...."
"Hihihi iya ya.... Benar juga..."
"Eh mbak, kamu mau mandi di pemandian air panas gak? Seger banget loh...."
"Oiyaa...? Ada yang kaya gituan disinii... Yuuukkk..."

***
Nafsu Birahi Citra part 11 | Bukkake dan Ekshibisionis Pertama 



Tak perlu menunggu waktu lama, Citra dan Prawoto segera bergegas ke mata air di kaki bukit. Dengan hanya mengenakan daster tipis hasil pinjaman dan sendal jepit, Citra mengikuti arah lelaki kurus itu melangkah. Keluar dari kawasan desa dan masuk jauh menembus hutan. Sekitar 20 menit perjalanan, kolam pemandian itupun segera terlihat. 

Kepulan kabut terlihat tipis, mengambang santai di permukaan tanah. Hangat, pengap dan tercium bau pekat yang seketika membuat dada Citra sedikit berat dan terasa sesak. 
“Baunya menyengat banget ya Bang…”
“Ini pemandian air panas mbak… Karena mengandung belerang jadinya agak-agak pengap gini…” Jelas Prawoto sok pintar, “Kalo mbak sering mandi di air belerang gini, badan mbak bakal selalu sehat loh… Semua penyakit dijamin bakalan cepet minggat deh…”
“Wah… Cocok tuh buat kamu Bang…”
”Loh kok cocok…?”
“Iya… cocok buat ngobatin otakmu yang keseringan mesum… Hihihi….” Canda Citra.
“Siaaalaaannn….Berani ya nghina aku…Nih rasain kemesumanku… “ Balas Prawoto sambil meremas payudara citra keras-keras.
“Ampuun bang.. Ampuuunn… Hihihihi…”

Area pemandian itu terdiri dari banyak kolam alami berbagai ukuran. Dan kesemuanya merupakan sumber air panas. “Di kolam sebelah sana aja gimana Bang... ?" Usul Citra menunjuk ke sebuah kolam yang agak jauh namun agak lebih tertutup daripada kolam-kolam lainnya. “ Disana banyak bebatuan besarnya.. Jadi sepertinya lumayan aman…”
“Aman dari apaan… Emang disini kampung perampok….”
“Ya aman aja Bang… Aman kalo nanti tau-tau kamu minta aku buat ngelakuin hal yang mesum-mesum… Hihihihi…”
“Hmmm… Mancing-mancing yaaa…”
“Hihihi…

"Woiy Woto.. Siapa tuh...?" Celetuk salah seorang penduduk desa yang juga sedang berendam di kolam pemandian. 
"Kenalin dong..." Balas penduduk lainnya. " Bening bener..."
"Suuuit suiiiittt.... Ayu tenan Woto... "
"Badannya suuemooookk tenaaaann.... Hahahaha...."

Seketika pemandian kolam air panas itu langsung riuh renyah, membahas wanita yang diajak mandi oleh Prawoto.

"Bang... Kamu terkenal juga ya disini...." Tanya Citra. 
"Hehehe.. Maklum... Kalo orang ngganteng ya gini..."
"Iddiiiiihhhh..... Tapi kok disini banyak orang ya...?" Heran Citra."Trus mereka berendamnya campur gitu...?"
"Namanya juga pemandian umum mbak... Ya wajarlah rame gini..." Jelas Prawoto, "Memangnya kenapa mbak kalo campur....? Malu yaa...? Hehehe...."Goda Prawoto
"Hmmm.... Enggak malu sih.... Cuman nggak biasa aja mandi bareng orang laen..."
"Halah... Tenang aja mbak.... Mereka udah biasa kok mbak mandi bareng-bareng... Yah anggep aja saudara... Hehehe..." Jelas Prawoto, "Yuk mbak... Buruan kesana... Pengen cepet-cepet nyebur..." 

Cepat-cepat Prawoto lalu menggandeng tangan Citra, melewati beberapa kolam air panas yang sudah terisi. Dan setibanya di kolam tujuan, tanpa rasa malu sedikitpun, lelaki kurus itu segera melucuti semua pakaiannya dengan santai dan menggantikannya dengan sebuah celana kolor ketat yang terlihat kekecilan. Tak peduli dengan banyaknya orang yang bisa saja melihat ketelanjangan dirinya.

Benar juga. Di sekitar tempat Citra berada, banyak juga pasangan yang mandi secara berkelompok. Tua muda,anak-anak hingga dewasa, pria wanita, semua mandi dengan tenang. Seolah telah terbiasa, tak satupun dari mereka yang terlihat malu-malu untuk memperlihatkan tubuh mereka. Anak anak kecil berlarian kesana kemari dengan riangnya, para remaja saling becanda sambil melempar guyonan-guyonan segar, para orang tua yang sibuk menggosip atau mencuci pakaian. Semua terlihat begitu biasa, bercanda dan tertawa, tanpa memperdulikan rasa malu diantara mereka.

"Ayo sini... Nggak usah malu-malu... Aku kenal mereka semua kok mbak..." Ucap Prawoto meyakinkan. "Itu yang disana Pak Paul, Pak Usep, Pak Panjul ama Pak Yusup... Yang disana Diki, Sopran, Kirun, Projo ama Raden..." Absen Prawoto, " Trus yang disana Mbok Murti, ama anaknya Siti, Mbok Sari ama adiknya Neng Rosa... Trus itu Yuli, Mutya, Surti...."
"Iya iya.. Udah .... Stop absennya... Lama-lama kamu kaya petugas sensus penduduk aja.."
"Habisan kamu lama bener nyemplungnya... Udah nggak tahan nih...."
"Lah.. mau ngapain..?"
"Mau remes-remes tetekmu laaah.... Hahaha..." Canda Prawoto genit. 
"Hihihihi.... Dasar otak mesum..."
"Ayo mbak... Buruan nyemplung..." Ajak Prawoto sambil menciprat-cipratkan air kolam ke arah Citra.

"Hmmm… Sepertinya… Air kolamnya panas deh Bang.. "
"Hadeeehhh... Masih panasan tubuh kamu kok mbak... Yuk buruan masuk sini... Ntar keburu siang nih..."
"Emangnya kenapa sih kalo siang...."
"Khan aku mau buka warung cantiiiikk... Harus jualan buat menyambung hidup...."
"Oalaaahh... Hihihi...."
“Yaudah gih buruan ganti dasternya…”
“Iya deh…”

"Bang... Disini nggak ada kamar ganti ya...?" Tanya Citra malu-malu.
"Hahahahaha.... Ya nggak adalah Neng... Wong ini khan pemandian alami... " Jawab Prawoto sambil menjelaskan,"Kalo mau, Mbak bisa ganti dibalik batu besar itu….” 

Tak ada jalan lain, akhirnya Citra menuruti saran Prawoto. Ia segera berjalan ke balik batu yang ada di samping bibir kolam. Dengan perasaan kikuk, Citra celingak-celinguk memperhatikan situasi sekelilingnya. Namun tetap saja ia tak menemukan lokasi yang lebih baik untuk ia pakai sebagai tempat ganti. 

“Yaudahlah… terpaksa ganti disini…” Kata Citra sambil mulai melonggarkan ikatan kain dasternya dan menggantinya dengan kain sarung. 

Namun, begitu ia akan melepas kain daster yang ia kenakan, mendadak suasana pemandian yang semula hiruk pikuk menjadi hening. Sunyi karena tatapan hampir semua mata para pria yang ada disekitar Citra, menatap tajam kearahnya.

Ternyata, batu itu tak cukup besar. Walau tingginya sampai sepinggang orang dewasa, batu itu tetap saja tak mampu menyembunyikan tubuh Citra dengan sempurna. Mendadak sebuah perasaan aneh muncul dari dalam hatinya.

"Kok aku jadi pengen memperlihatkan keseksian tubuhku ke mereka ya...?" Batin Citra yang tiba-tiba merasakan sebuah sensasi aneh muncul dari dalam dirinya. Antara was-was, deg-degan, penasaran, hingga takjub, semua bercampur menjadi satu.

"Woto... Bantuin tuh... Si Neng kelihatannya malu-malu ganti bajunya... " Celetuk salah seorang bapak-bapak yang sedari tadi memperhatikan Citra. 
"Hehehehe... Biarin aja pak.. Dia udah gedhe ini... udah bisa ganti baju sendiri..." Jawab Prawoto santai. "Iya neng... Gausah malu... Anggep aja kita disini satu saudara... “Sahut salah satu dari mereka
“Betul sekali itu Neng… Lagian... Kami semua sudah biasa liat perempuan telanjang..." 

"Aaaah... Yaudahlah... Masa bodo kalo mereka melihat ketelanjanganku...." kata Citra lagi dalam hati sambil bergerak kesamping batu besar, sengaja menampakkan dirinya dihadapan mata-mata penuh rasa penasaran itu.

Dengan gerakan super lambat, Citra lalu menaikkan kain daster tipisnya. Sambil melirik kearah para lelaki disekelilingnya yang sangat berharap-harap cemas untuk dapat segera melihat ketelanjangan tubuhnya. "Bapak-bapak sekalian... Silakan nikmati keindahan tubuhku...." Ucap Citra dalam hati sambil tersenyum genit kearah mereka. 

Pelan-pelan, bawahan daster itu naik dari betis hingga setinggi lutut. Aksi nakalnya itu sontak membuat detak jantung Citra meningkat, berdetak lebih cepat dari biasanya. "Lucu sekali perasaan ini. Deg-degannya membuat geli di ulu hatiku...." Kata Citra yang merasa begitu takjub dengan niatan untuk menelanjangi dirinya sendiri.

Setelah itu, bawahan daster Citra naik lagi hingga setinggi paha, memamerkan kulitnya yang putih mulus. Membuat muka wanita cantik itu mulai bersemu merah. Detak jantungnya pun terasa jauh lebih cepat lagi. "Kulitku merinding.... Dan putingku mengeras..." Kata Citra yang perlahan mulai merasakan gelombang birahinya muncul ditengah-tengah ketelanjangan dirinya.

Semakin menggoda, Citra lalu menaikkan lagi bawahan kain dasternya hingga setinggi pusar, memamerkan vagina gundul dan pantat bulat indahnya. "Wuooohh.... Aku sudah mulai telanjang..." Kata Citra lagi dengan nafas mulai tak beraturan. Wajahnya mendadak terasa panas, dan detak jantungnya menjadi sangat tak beraturan. Vaginanya pun mulai membecek dan berdenyut-denyut.

"Tinggal satu gerakan lagi... Mata lelaki-lelaki mesum itu bisa menikmati ketelanjangan diriku..." Kata Citra dalam hati yang entah kenapa, tiba-tiba tersenyum sambil merasakan sensasi bertelanjang.

Sambil menghirup nafas dalam-dalam, Citra lalu menyelesaikan gerakan terakhirnya. Wanita cantik itu lalu mengangkat kain daster lusuhnya hingga melewati kepala. Membebaskan kain penutup tubuhnya yang terakhir, untuk memamerkan keindahan payudara besarnya. "Pasti wajahku sekarang seperti kepiting rebus saking malunya.." Tutup Citra sambil melipat daster itu dengan gerakan super lambat.

Tak disitu saja, Citra tiba-tiba ingin menggoda nafsu para lelaki itu lebih jauh lagi. Sambil membelakangi penduduk desa itu, ia sengaja menjatuhkan dasternya. 
“Yah jatuuuhh…” Kata Citra pura-pura kaget. Lalu tanpa menekuk lututnya ia membungkukkan badannya kedepan dan memamerkan celah vagina basahnya secara frontal kearah penduduk desa. 

"Suit suit... Seksinyaaaa.... "Celetuk salah seorang lelaki tak jauh dari tempat Citra berdiri.
"Cantik sekalo woooiyyy... Bikin kolam mandinya makin panas aja....! " Sahut bapak lainnya.

“Eh mbaak… Memekmu kelihatan tuuh…” Teriak Prawoto lantang, berusaha mengingatkan Citra tentang keteledorannya, ”Buruan pake sarungnya mbak…. Sebelum diterkam bandot-bandot tua disanaaa…!”

“Haaa? Kenapa Bang….?” Tanya Citra pura-pura tidak dengar. Alih-alih segera mengenakan kain sarungnya, wanita cantik itu malah berbalik arah dan menanyakan kembali apa yang baru saja dikatakan Prawoto.

“WUUUIIIIHHH…. Teteknya Wooot…. Menggairahkan…” Celetuk salah bapak-bapak yang masih mengawasi Citra dari kejauhan.
“Enak tuh diremes-remes…” Sahut bapak lainnya.

“Woiy-woiy… Sudah….Ayo sana lanjutin mandinya… Dasar wong gebleeek kabeh….” Celetuk Prawoto sambil buru-buru keluar dari kolam pemandian dan merentangkan tangan untuk menutup tubuh telanjang citra dengan tubuh kurusnya. 

“Hahaha… Woiy Woto… Masa sama saudara sendiri kontolnya ngaceng…?” Teriak salah seorang bapak sambil menunjuk arah selangkangannya.

Benar saja. Ketika Prawoto keluar dari pemandian, bagian depan celana kolornya menjendol besar, terdorong maju oleh batang penisnya yang sudah keras menjulang.
"Hahaha… Bener… Woto ngaceng tuh.... Hahahaha " Sambung mereka lagi.
"Hahahaha.... " Tawa mereka hampir bersamaan

Lucu juga melihat mereka yang walau sudah konak, namun masih mau bercanda.

"Hush hush hush... Geblek kabeh...." Kata Prawoto menimpali, "Halaaah… Dasar Kutu kampret sok munafik… … Aku berani tarohan kalo kalian semua juga pasti pada ngaceng... HAHAHAHA...." Balas Prawoto sambil berusaha menurunkan penisnya yang sudah terlanjur tegang berdiri. Namun walau sudah berkali-kali ia mencoba menurunkan batang penisnya, tetap saja tonjolan di celana kolornya itu tak kunjung turun.

“Mbak buruan pake kain sarungnya… Nggak malu apa dilihatin ama penduduk kampung…?” Ucap Prawoto sambil terus merentangkan tangannya.
“Eh iya-iya… Bentar…. Aku mau melipat daster dulu….”
“Udaaahh… Nggak usah dilipat… taruh aja diatas batu… toh dasternya udah basah, nggak mungkin nanti bakal dipake lagi…” Saran Prawoto
“Iya bentaran….” Kata Citra yang masih sibuk saja melipat daster basahnya. Melenggak-lenggok seolah kebingungan, tanpa menghiraukan tatapan-tatapan mesum para penduduk desa.

"GILAAAAAA.... AKU TELANJANG BULAT DI TEMPAT UMUM.... "Kata Citra dalam hati seolah takjub akan keberanian dirinya. Betapa tidak, baru kali ini ia berada ditengah-tengah tempat umum dengan tanpa mengenakan sehelai pakaianpun. Terlebih hampir semua mata lelaki yang ada disini melihat langsung kearah dirinya berada.

“Mbak... Kok nggak cepet-cepet pake sarung sih...? Jangan-jangan….? Kamu memang suka memamerkan tubuh telanjangmu ke orang lain ya mbak…?”
“Iiiihhh.. ngaco deh….” Elak citra.
“Iya… Kamu suka memamerkan tubuh telanjangmu ya mbaaak.. ?” Kata Prawoto sambil menganalisa tubuh Citra.
“Apaan sih…?”
“Tuh lihat… Pentilmu mengeras… “ Ucap prawoto sambil mencubit kedua putting payudara Citra. 
“Ini khan gara-gara kedinginan Bang…” kata Citra membela diri.
“Masa…? Kalo kedinginan, lalu ini apa...?" Tanya Prawoto yang tiba-tiba mengusapkan telapak tangannya kearah vagina Citra. “Kedinginan mah nggak bakal bikin lendir memekmu keluar banyak begini mbak… Kamu horny ya…?“
“Ehh... Eee... Enggak kok…”
“Iya kamu horny ya mbak...? Hehehe… Ngaku aja mbak…. Kamu suka bertelanjang badan sambil dilihatin banyak orang..?”

Tanpa menunggu jawaban Citra, Prawoto buru-buru mengambil daster dan kain sarung Citra, lalu berlari menjauh. “Kalo nggak mau ngaku, mbak nggak bakalan pulang memakai baju…Hehehe…” Goda Prawoto.

”Baaang… Balikiiinnn…” Teriak Citra yang pura-pura panik. Sambil masih bertelanjang badan, Citra segera berlari-lari mengejar prawoto. Berusaha merebut daster dan kain sarungnya dari tangan tukang sate itu. 

Lucu sekali, mereka berdua bertingkah bak anak kecil, saling kejar dan saling tangkap. Prawoto dengan penis tegangnya berlarian kesana kemari, tak peduli jika tonjolan kelaminnya yang menjendol besar itu terlihat oleh penduduk desa. Begitupun dengan Citra, ia sama sekali tak mempedulikan ketelanjangan tubuh indahnya. 

Walau masih bersembunyi-sembunyi dibalik bongkahan-bongkahan batu besar, tetap saja tubuh bugil Citra masih dapat terlihat begitu jelas oleh para penduduk desa. Payudaranya yang menjuntai indah, bergoyang berlompatan kesana kemari seiring langkah kakinya. Vaginanya yang basah, terlihat mengkilap terkena pantulan sinar matahari. Dan pantatnya yang bulat mampu membuat semua mata lelaki yang ada disana menatap tajam tanpa berkedip sedikitpun. 

Hingga akhirnya, pengejaran Citra berakhir sebelum ia berhasil mendapatkan apa yang ia inginkan. Telapak kakinya salah menapak di batu yang licin. sehingga mengakibatkan dirinya kehilangan keseimbangan.

GEDEBLUK.

"ADUUUHHH.... ! " Teriak Citra kesakitan. Tubuhnya berguling, jatuh kecebur ke kolam.

KCEEBBBUUURRR...

Buru-buru Prawoto segera beranjak mendekat kearah Citra jatuh, "Wah mbak.... Kamu nggak apa-apa...?" Tanya Prawoto panik. Ia tak mengira jika cara bercandanya berakibat fatal.
"Aduh Bang... Kakiku sakit.." Erang Citra sambil menyeka wajah cantiknya yang basah. Sambil meringis kesakitan, wanita cantuk itu terduduk diam di dalam kolam. 
"Maaf mbak... Aku nggak ada maksud mencelakai kakimu..." Ucap Prawoto yang buru-buru memeriksa kondisi tubuh Citra yang sudah basah kuyup tercebur ke kolam. Merabai seluruh permukaan tubuh wanita cantik itu.
"AAAAAWWWWW...." Teriak Citra tiba-tiba ketika tangan Prawoto menyentuh pergelangan kaki kanannya, "SAKIT BAAANG...."
"Sepertinya kaki kamu terkilir mbak.... Keseleo..."

Benar saja, ketika Prawoto mengangkat pergelangan kaki kanan Citra dari dalam air, kaki mulus itu terlihat agak bengkak, dengan kulit merona merah.

"Kenapa Wot..?" Tanya seorang lelaki setengah telanjang yang tiba-tiba muncul di samping kolam.
"Sepertinya barusan ada yang berteriak kesakitan..?" Tanya lelaki satunya. 

"Eh Pak Panjul, Pak Yusup... Kebetulan... Ini pak.... Kayaknya mbak Citra keseleo... " Kata prawoto mencoba menjelaskan. "Sepertinya harus cepat-cepat diurut ya Pak... ?" Tanya Prawoto.
"Coba lihat apa yang sakit..." Pinta Pak Panjul

Buru-buru Prawoto kemudian mengangkat pergelangan kaki Citra untuk diperlihatkan ke mereka.
"Ssshh... Pelan-pelan Bang.... Saaakittt..." Erang Citra.
"Wuuiiiihhh.... Udah bengkak itu Wot..." Ucap Pak Yusup.

"Jadi gimana pak..? Pak Pajul bisa mbantu ngurut kaki mbak Citra...?" Tanya Prawoto cemas.

Namun kecemasan Prawoto sama sekali tak didengar oleh Pak Panjul, karena ia sepertinya sedang asyik sendiri melihat ketelanjangan Citra yang ada didalam kolam. Lelaki tua itu berulang kali berusaha menelan ludah melihat payudara Citra yang mengambang bergoyang-goyang di permukaan air kolam.
"Gede tenan yo Sup.." Ceplos Pak Panjul reflek pada Pak Yusup yang ada disampingnya.
"Iyo Pak... gundal-gandul..." Kata Pak Yusup menimpali.
"Putih bener itu susunya Sup.... Uratnya aja sampe keliatan jelas..."
"Pentile yo imut banget Pak... Warnanya pink.. Wuenak banget itu kalo diisep-isep..."

Mendengar bisikan-bisikan mesum kedua bapak tua itu, membuat Citra buru-buru tersadar jika sedari tadi, tubuh indahnya masih telanjang. Segera saja, ia mencoba menutupi kedua bulatan payudara besarnya dengan tangan.
"Bang... Mana kain sarungnya.... Malu nihhh... tetekku diliatin bapak-bapak ini mulu..." Bisik Citra melas.
"Eh iya Neng... Bentar ya..." Kata Prawoto yang segera membungkus atasan tubuh Citra dengan kain sarung.

"Wooiy... Pak... Woiy..." Panggil Prawoto sambil melambai-lambaikan tangannya, berusaha menyadarkan kedua orang desa ini dari lamunan joroknya. "Piye iki....? Bisa nolongin nggak....?"
"Eeeh... Ehh... Iya iya... Bisa kok..." Jawab Pak Panjul terbata-bata, "Waduuuhh... Kok bisa jadi seperti itu Neng....?" Tanya Pak Panjul yang buru-buru jongkok ditepi kolam didepan Citra. 

"Kepleset pak... Ehhmmff...." Jawab Citra sambil terus meringis-meringis kesakitan. 
"Bengkaknya sih tak begitu besar sih mbak... Tapi bakal membuat susah ketika dipake berjalan..." Kata Pak Panjul, "Kalo mau... Saya bisa kok nyembuhin sakitnya...."

"Eh betul juga.... Mbak... Pak Panjul ini tukang urut handal... Dia pasti bisa nyembuhin kakimu...." Jelas Prawoto, "Gimana mbak...? Diurut aja ya...? Aku jadi merasa bersalah nih... Gara-gara aku, kakimu jadi kesakitan gini..."
"Ssshh.... Aadduuuhhh... Iya deh Bang... Yang penting kakiku nggak sakit lagi...."
"Pak Panjul... Tolong ya pak... " Pinta Prawoto yang kemudian menyerahkan kaki Citra kepada Pak Panjul
"Aduh aduh... Pelan pelan bang..."

"Permisi ya mbak..." Kata Pak Panjul berusaha sopan lalu memegang pergelangan kaki Citra. 
"I... Iya pak... Sshhh.... "
"Kakinya diselonjorin kesini neng... Kepaha bapak... " Pinta Pak Panjul lagi sambil menepuk-tepuk kearah pahanya.
"Permisi ya pak... " Ucap Citra berusaha sopan.

"Busyet nih kaki... Nggak ada bulunya... " batin Pak Panjul begitu menyentuh kulit halus Citra. "Ehhmmmfff.... Pelan-pelan paaakk..."

Dengan perasaan gemetar, lelaki tua itu mulai mengusap mata kaki Citra. "Ck ck ck Mulus beneeeer nih kaakiii.... Kaga ada bulunya sama sekali..... Belum lagi pahanya.... Bener-bener licin... !" Puji Pak Panjul dalam hati, "Kakinya aja semulus ini... Apalagi dalemannya..." pikir Pak Panjul mesum sambil mencoba melirik kearah selangkangan Citra.
"Ssshhh... Paaaak pelan pelan paaak... Ngiluuu... " Desah Citra sambil mengejang-kejang menahan sakit.

Mendengar erangan-erangan Citra, membuat lelaki-lelaki yang ada disekitarnya itu berpikiran kotor. Ketiga lelaki mesum itu tiba-tiba saling berpandangan antara satu dengan lainnya. Seolah mampu membaca isi yang ada diotak masing-masing, mereka bertiga lalu tersenyum lebar.
"Aaaauuw... Pelan paak..." 
"Tahan neng... Pak Panjul ini jago ngurut kok... Bentar lagi pasti kaki mulus neng bakalan sembuh..." Celetuk Pak Yusup sembari terus-terusan mengintip ke arah payudara besar Citra.
"Aduh paaak.... Sakiiittt.... Gelijang Citra lagi dengan tenaga lebih keras. Membuat tubuh rampingnya menggelepar-gelepar kesakitan. Menggeliat kekiri dan kekanan.

"Ssshh.. Pelan pak... Masih ngiluu... " Erang Citra.
"Sabar ya neng... Tahan bentar... Sedikit lagi pasti terasa enakan...." kata Pak Panjul. 
"Aduuuhhh...Sakit paaakk..." Erang citra lagi sambil menarik kakinya menjauh dari pijatan tangan Pak Panjul. "Udahan aja ya paak... Sakitnya nggak ketulungan..."

"Loooh kok udahan....?" Celetuk Prawoto, "Kaki Neng itu harus segera diurut cepet-cepet itu... Kalo nggak, ntar malah jadi makin bengkak lagi loh...."
"Tapi sakit banget Bang..." sedih Citra.
"Tahan aja bentaran Neng... Biar cepet sembuh..." Timpal Pak Panjul.
"Iya bener Neng... Ga lucu khan kalo wanita secantik Neng ini jalannya pincang..." Sahut Pak Yusup.

"Yaudah... Kita lanjutin lagi pak..." Kata Citra yang lagi-lagi Citra melonjorkan kakinya kearah Pak Panjul, "Tapi, pelan-pelan ya pak...."
"Hehehe... Iya Neeeng..." Jawab lelaki tua itu sambil memajukan duduknya lalu menekan keras pergelangan kaki kanan Citra..

"ADUUUUHHH... " Teriak Citra lagi sambil reflek menggeleparkan kakinya. " SAKIT BANGET PAK..!"

"Wah Neng... Bapak nggak bisa mbantu ngobatin kalo Neng sendiri nggak bisa rileks...." Ucap Pak Panjul dengan nada serius, " Neng mau sembuh nggak...?"
Citra tak menjawab, ia hanya berdiam diri sambil berulang kali menggigit bibir bawahnya. Seksi sekali.

"Sekarang... Terserah Neng sih... Mau diterusin apa nggak... Toh yang ngerasain sakit bukan saya..." Kata Pak Panjul berusaha memecah pikiran Citra. 

"Mau pak... Tapi sakitnya ituloh yang aku nggak kuat...." Rintih Citra, sambil mengelus-eles lututnya.

"Itu memang resikonya untuk bisa sembuh Neng..." Kata Pak Panjul dengan nada jual mahal. Tanpa sepengetahuan Citra, Pak Panjul tiba-tiba mengedipkan sebelah matanya, seolah memberi kode kepada Prawoto dan Pak Yusup.

Prawoto yang tiba-tiba bergeser ke belakang tubuh Citra lalu memijat-pijat pundak wanita cantik itu, "Tahan bentaran aja ya Mbak... Biar kakimu cepet sembuh..." 
"Yak bener begitu Woto... Bikin Neng ini supaya santai.. " Kata Pak Panjul ,"Yudah deh... Sup... Kamu bantu aku juga deh..." Kata Pak Panjul sambil menyuruh Pak Yusup masuk kedalam kolam, "Tolong kamu pikit juga kaki kiri Neng ini... Sekalian pegangin, biar badannya nggak goyang-goyang.. " Pinta Pak Panjul
"Siap bosss... Permisi ya neng..." Kata Pak Yusup yang segera ikutan nyemplung kedalam kolam dan langsung memegang pergelangan kaki kiri Citra.

Sejenak, Citra merasakan sedikit kejanggalan yang terjadi disini. Kaki kanan Dipegang Pak Panjul, kaki kiri dipegang Pak Yusup, dan tubuhnya didekap Prawoto erat-erat. 

"Sepertinya ini terlalu berlebihan deh.... Masa mau dipijat saja harus seperti ini...?" Tanya Citra dalam hati. Namun karena keinginannya untuk sembuh begitu besar, Citra akhirnya membebaskan rasa curiga itu.

"Rileks mbak...." Kata Pak Panjul sambil memajukan duduknya lagi hingga kaki hingga kaki Citra menyentuh perutnya yang keras. "Santai ajaa..." Kata Pak Panjul lagi sambil memulai pijatan tangannya. "Yusup... Kamu bantuin aku bikin Neng ini rileks.... Kaki yang ditanganmu dipijit-pijit juga ya..."

Perlahan, Citra mulai merasakan enaknya pijatan tangan lelaki tua itu. Dengan tekanan yang tak terlalu kuat, jemari Pak Panjul mampu membawa kenikmatan tersendiri, terlebih ketika tangannya mengusap lembut jempol dan telapak kakinya, membuat wanita cantik itu mulai terlena oleh sensasi geli-geli nikmat.

"Hmmm..Enak banget pak... " Desah Citra sambil menahan sakit pada kaki kanannya
"Rileks mbaak..." Pinta Pak Panjul lagi. 
"Sshhh... Mmmfff...." Erang Citra pelan.

Tiba-tiba, Pak Panjul mencengkram erat kaki Citra lalu memuntirnya keras-keras.

"KLETEK..."

"AAAWWW.... "Teriak Citra melengking keras. "SAKIT PAAAAKK....!"
"Hehehe.... Sakit ya...?" Kata Pak Panjul malah berganti nanya.
"Udah-udah pak...Sepertinya nggak usah pijit-pijit lagi.... " Erang Citra sambil menarik kakinya dari tangan Pak Panjul.

"Hehehe.... Iya-iya... Nggak dipijit lagi kok... Sekarang coba gerakkan kakinya mbak..."
"Loohh...?" Ucap Citra heran.
"Gimana...? Udah enakan...?" Tanya Pak Panjul.
"Eeeh iya loh... Kakiku udah enakan... Udah nggak sakit lagi...." Girang Citra. 
"Hebaaat khaaannn....? Pak Panjul emang jagonya mbenerin gitu-gituan...." Ucap Pak Yusup
"Hehehe.... Iya... Bapak Hebat.... "
"Yaudah kalo gitu... Sini kakinya lagi... Bapak mau nerusin ngurutnya..." 
"Loh...? Masih belum selesai Pak...?"
"Eehmm... Belum Neng... Ada syaraf-syaraf Neng yang sepertinya harus dibenerin sampe atas.." Jelas Pak Panjul mengada-ada. "Soalnya kalo nggak, besok-besok bakal bisa kambuh lagi...."
"Oooowww.. Gitu ya pak... Yaudah deh... Pijit lagi aja ya.... Hihihihi.." Tanpa rasa curiga, Citra kembali memejamkan matanya dan mencoba menikmati pijatan tangan lelaki renta itu.

"Enak sekali pak pijitanmu..." Desah Citra pelan, "Seperti pijat refleksi...."
"Hehehe... Nikmati aja ya Neng..." Kata Pak Panjul dengan senyum penuh arti.

Perlahan, tangan renta itu mulai mengusap-usap seluruh telapak kaki citra. Memijitnya satu persatu jari kaki wanita cantik itu dengan santai.

"Sekarang pasti lebih enak lagi Neng...." Kata Pak Panjul yang tiba-tiba memusatkan pijatannya di ibu jari dan telapak kaki Citra.
"Hmmmfff... Iya pak.... Enak banget... Sshhh..." Desah Citra pelan.

Perlahan, pijatan Pak Panjul itu berubah menjadi pijatan penuh birahi. Karena tak lama kemudian, entah kenapa, vagina citra menjadi lebih hangat dari biasanya. Lebih basah. Bukan karena ia sedang berendam di kolam air panas, namun basah karena gejolak birahinya mulai meluap.

"Ooohmm.... Enak banget paaakk..." Erang Citra tak henti-hentinya. Dari pijatan lelaki renta itu, ia merasa tubuhnya semakin lama semakin panas, detak jantungnya kembali berdetak cepat, dan nafasnya mulai memburu. 
"Enak khan Neng pijatan bapak...?" Tanya Pak Panjul
"Hiya paak... Eehhmm... terus paakk.... Enak banget...."
"Terus... Terus ngapain Neng...?" Tanya Pak Panjul lagi.
"Terus mijatnyalah paaak... " 
"Ooooww... Mijatnya.... Kirain Neng minta diapa-apain... Hehehehe..."
"Hihihihi....Emang bapak-bapak mau ngapain...?" Goda Citra.
"Pengen kenal lebih deket ama Neng...."
"Hihihihi.... bapak-bapak genit ah.... Aku udah punya suami loh...."
"Ya emang kalo udah punya suami si Neng nggak boleh diapa-apain...?"
"Idih... Bapak-bapak ini mesum banget dah ah... Hihihihi... Ooohhh..."

Berulang kali Pak Panjul mempermainkan pijatan tangannya pada titik erotis tubuh Citra. Membuat tubuh wanita cantik itu menggeliat-geliat keenakan. Sebagai seorang ahli pijat kawakan, melampiaskan birahi wanita melalui pijatan bukanlah sebuah perkara sulit baginya. Dan itulah yang sedang ia lakukan saat ini. Menggoda nafsu birahi Citra hingga ia mencapai orgasmenya. 

"Kamu horny mbak...?" Bisik Prawoto dari belakang tubuhnya.
"Eehhmm.. Iya bang.. Nggak tahu kenapa... Dipijit bapak ini memek aku basah..." Jawab Citra lirih.
"Hehehe.. Dasar bini nakal..." Kata Prawoto yang tiba-tiba memajukan tubuhnya hingga penisnya menempel di pantat Citra. "Aku tambahin deh... Biar makin horny lagi..." Kata Prawoto yang langsung menjauhkan kain sarung yang menutup payudara Citra dan menjulurkan kedua tangannya menjelajahi tubuh wanita cantik itu. Satu tangan meremas payudara Citra, dan satu tangan lagi mengkobel vaginanya.

Melihat tubuh Citra yang kembali telanjang, membuat mata kedua bapak-bapak itu seolah mau loncat keluar. Mulutnya menganga dan matanya tak berkedip sedikitpun.
"Looh.. Neng.. Ko...Kok malah bugil...?" Tanya Pak Panjul gagap.
"Iya pak.. Ini mbak Citra mau berterima kasih buat jasa urut kakinya yang tadi sakit...." Jawab Prawoto.
"Ooohhh.... BAAANG.... Apa yang kamu lakuin...?" Bisik Citra pelan sambil berusaha menutup kembali aurat-aurat tubuhnya dari jamahan tangan-tangan nakal Prawoto. Namun, karena prawoto semakin mempergencar pelintiran puting dan kilikan klitorisnya, perlawanan Citra menjadi tak berarti. 

"Oooohhwww...." Desah Citra kembali sambil memejamkan mata. Saking enaknya perlakuan mesum tukang sate itu pada tubuhnya, sampai-sampai membuat mulut mungil Citra megap-megap seperti ikan.

"Be... Bener tuh Neng...?" Tanya Pak Panjul yang juga ketularan gagap melihat gelijang-gelijang tubuh indah wanita cantik dihadapannya..

"Ayo jawab Mbak... Biar kamu makin puas memamerkan tubuh telanjangmu...."
"Apaan sih Bang... Siniin sarungnya... Aku malu nih...."
"Hehehe....Malu kok memeknya licin gini mbak...." Goda Prawoto, "Ayo jawab..." 
"Ssshh... Ampun Bannng.... Jangan siksa aku seperti ini... Aku maluuuu...."
"Makanya buruan mbakku yang cantiiiikkk... Jawab aja pertanyaan pak Panjul tadiiii..... "

Merasa tak mampu menahan gejolak orgasmenya yang keburu datang, Citra buru-buru mengangguk. Bahkan ia meng-iya-kan jika dirinya sangat menikmati ketelanjangannya ketika dilihat orang lain.

"Kenapa kamu ngangguk mbak...?" Goda Prawoto lagi, "Jelasin ke bapak-bapak ini donk..." Tambah lelaki kurus itu sambil mulai mencolok-colokkan jemarinya kedalam vagina Citra..
"Ooooohhh.... Iii... Iya pak... Bener... Nikmatin aja tubuh telanjangku pak.... Anggap aja ini bayaran dariku... " Erang Citra keenakan. "Sini pak....Liat lebih dekat lagi sini..." 

"Mereka masih malu-malu tuh mbak.... Ayo ngajaknya lebih seksi lagi.... Hehehe...."
"Oooohhh... Baaanggg.. Ammmpuuun baaang... Jangan bikin aku lebih malu lagiiii..."
"Hahahaha.. Udah ah mbak... Nggak usah pura-pura nolak... Aku ini malah mbantuin kamu supaya bisa mewujudkan keinginan mesummu loh..." Kata Prawoto yang tak henti-hentinya mengocok vagina Citra.

"Aaahhhh.... Ngentot ka....Kau Bang... Bikin aku ma... Maalu aja... Ooohhhhwww...." Racau Citra sambil mulai menggoyangkan-goyangkan pinggulnya keenakan.
"Hehehe... Ayo mbak... Ajak mereka supaya melihat tubuh indahmu ini lebih dekat lagi.... Eh kalo nggak... Gimana kalo kamu ajak mereka supaya bisa menikmati memek sempitmu ini.... Pasti seru banget tuh mbak..." Celetuk mesum Prawoto. "Gimana pak... Pada mau nggak...?"

"Boo...Boooleh Neng...?" Tanya Pak Yusup antusias.

"Jangan Baaang... Jangaaan... Aaammpuuun baaang.... " Jawab Citra sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. " Ampuuunnn...."

"Yaaah.... Nggak bo... Boleh ya Neng...?" Ucap Pak Yusup kecewa.
"Kalo mbantu bapak coli aja gimana Neng...?" Tanya Pak Panjul mencoba mencari alternatif 
"Hehehehe... Boleh nggak mbak....?" Sahut Prawoto, "Kasihan tuh bapak-bapak ini mbak... Mereka pasti belum pernah dibantuin coli oleh wanita secantik kamu...."
"Iya Neenng... Boleh yaaa...?" Tanya Pak Panjul lagi. "Udah kemeng nih kontol bapak liat kecantikanmu Neng..."
"Ssshhhh.... Oooohhh...." Desah Citra tak menjawab, ia hanya melirik kearah selangkangan kedua lelaki desa yang ada didepannya.
"Mbak... Ditanyain tuh.... Jawab dooonk..." kata Prawoto yang buru-buru meremas payudara Citra kuat-kuat sembari semakin mempercepat kobelan tangannya pada lembah kenikmatan Citra.

CPAK CPAK CPAK
Suara cipratan air yang berulang kali terdengar seiring kocokan jemari Prawoto ke vagina Citra.

"Iyah iyah iyaaahhh...Ssshh.... Paaakk....Siniii...." Kata Citra yang sudah tak mau berpikir panjang karena terbakar birahi. "Lakuin apa aja yang kalian suka pak.... Aku sudah mau keluaar... Ssshh...."

"Tuh paaak... Denger nggak jawaban mbakku.... " Tanya Prawoto, "Sini mendekat... Sok liatin nih tubuh mbakku yang seksi ini..." Tambahnya lagi sambil terus-terusan mengobel vagina Citra.

CPAK CPAK CPAK

"Sssh... Baaang.... Ampun Baaang..." Erang Citra.

Mendengar lampu hijau dari Citra, buru-buru kedua lelaki desa ini melepaskan kolor bututnya dan mulai mengocok penis-penis hitamnya keras-keras.

"Bu... Buset Wot... Mbakmu seksi tenan..." Kata Pak Panjul sembari membetoti batang kejantanannya keras-keras. "Pasti enak bener ya jadi suaminya...."
"Ssshh... Iya loh Wot... Kayanya wuenak banget ya kalo bisa ngentotin perempuan seksi koyo mbakmu itu...." Sahut pak Yusup yang juga tak kalah serunya menarik urut batang di selangkangannya.

"Hehehe... Iyalah pak... Wuenak banget.... Hehehehe...." Jawab Prawoto bangga. "Teteknya aja lembut gini... Apalagi memeknya.... "
"Masa Wot...?" Tanya Pak Yusup penasaran."
"Yaah... Nggak percaya....Nih...Coba rasain aja nih teteknya..." Kata Prawoto santai sambil menyodorkan payudara Citra kepada Pak Yusup.

"Wuih... Iya loh Pak.... Susune lembut bener...." Kata Pak Yusup yang dengan gemes mulai merabai dan meremasi payudara kiri Citra.
"Serius Sup...?" Tanya Pak Panjul yang juga buru-buru meraih payudara kanan wanita cantik itu sambil mencubiti putingnya. "Busyeeet... Bener loh... Baru kali ini aku megang susu selembut ini..."
"Sssh.... Ampun paaak... Jangan mainin tetekku.... Ngilu.... Oooohhhh...."
"Ngilu apa doyan mbak..? Hehehe...."
"Oooooohhh... Ohhh ohh ohh...."

CPAK CPAK CPAK

Mendengarkan desahan Citra yang enak ditelinga itu, malah membuat kedua lelaki desa itu bertindak semakin jauh. Tak henti-hentinya mereka meremas payudara montok Citra sambil terus membetoti batang penisnya kuat-kuat.

"Nakal banget mbakmu iki Wot....Hehehehe..." Celetuk Pak Panjul.
"Wuaah... Ga ketulungan pak.... Makanya aku harus sering-sering ngajarin terus pak... Hehehe... "
"Ngajarin opo ngentotin...? Hahahaha..." 
"Pasti wenak banget yo tempik'e...?"
"Wuah.... Bukan cuman tempik'e aja yang enak pak... Tapi bo'olnya juga.... Sempitnya ngalah-ngalahin memek perawan... Lubang depan, lubang belakang, semuanya NGEMPRUT abisss....Hahahaha..."

CPAK CPAK CPAK

"Ahhh ah ah ah.... Tipuuu...." Ucap Pak Panjul tak percaya, " Nggak mungkin Neng ini pernah dientotin kamu... Ssshh....."
"Hehehehe... Mbak... Ayo bilang ke mereka tentang hubungan kita Mbak...." Kata Prawoto sambil mencolok-colokkan jemarinya ke vagina sempit Citra dengan kecepatan tinggi. "Bilang mbaaakk..."

CPAK CPAK CPAK

"SSSHHH...NGENNTTOOOTTTT.....Iya Pak... Iya.... Aku udah DIENTOTIN bang Woto.... Ooooohhh wueeenaknyaaa.... "Jerit Citra tanpa malu sedikitpun dengan diselingi tubuhnya yang menggelepar-gelepar. " Huuooohhh..... NGENTOOOOTTTT..... AKU UDAH NGGAK TAHAN LAGI BANG.... AKU MAU KELUAAAARRR.... AAAARRRRGGGHH..... "

CRET CRET CREETCEETT...

Tubuh Citra menggelijang-gelijang hebat. Matanya mendelik keatas, dan mulutnya megap-megap.

Melihat wanita cantik didepannya orgasme dengan hebatnya, membuat kedua lelaki desa itu ikut-ikutan orgasme. 

"Kampret kowe Wooott... Enak banget... Aku yo pengeeen Wooot..... Sesuk ajak-ajak yooooo..." Teriak Pak Panjul dan Pak Yusup bersahut-sahutan. Tubuh keduanya pun ikut-ikutan bergetar hingga akhirnya, 

CROT CROT CROOOCOT...

Lahar-lahar panas bermuncratan dengan deras dan kuat. Menyembur kencang dari mulut penis kedua lelaki desa itu dan mendarat di wajah, rambut dan payudara Citra. Tak menghindar, wanita cantik yang masih lemas karena orgasmenya itu hanya bisa bersandar diam di tubuh Prawoto sambil menerima tembakan-tembakan sperma hangat di tubuhnya.

"Wuuooooohhh... Wueeenaaaak beneeerr Neng..." Ucap Pak Panjul keenakan sambil merem melek.
"Makasih ya Neng...." Sahut Pak Panjul.

Tak menjawab, Citra hanya bisa tersenyum sambil mengangguk lembut. 

"Hahaha... Kalian pada cupuuuu... Baru megang teteknya aja udah moncrot.... Hahahaha...."

"Hehehe... Iya ya... Abisan mbakmu seksi banget Wot... Aku jadi nggak kuat..." Ucap Pak Yusup beralasan sambil mengibas-kibaskan penisnya yang sudah lunglai ke arah tubuh Citra.
"Iyo Wot.. Megang susunya mbakmu aja aku udah puas... Hahaha..." Tambah Pak Panjul. "Aku jadi penasaran... Gimana ya rasanya kalo kontolku ini sampe nyodok-nyodok tempik'e... Pasti rasanya kaya disurga... Hehehehe..."

"Mbakku ini memang surga dunia Pak..." Puji Prawoto sambil mengusap rambut hitam Citra. "Ya khan mbak.... Kamu emang surga duniaku...."
"Apaan sih bang.... Hihihi...." Jawab Citra malu-malu sambil membilas wajah dan rambutnya, sekedar membersihkan cipratan-cipratan sperma Pak Panjul dan Pak Yusup. "Bisa aja kamu...."
"Hehehe... Iya bener loh Neng... Bapak sampe penasaran gimana ya rasanya ngentoti saudara sendiri... Apalagi kalo saudara bapak bentuknya kaya kamu.. Pasti rasanya wuuuuuoooohhh...."
"Enak banget ya pak...?" Tambah Pak Yusup.

"Emang kalo mbakku mau ngasih, kalian mau nyicipin rasanya pak...?" Tanya Prawoto tiba-tiba.
"Nga... Ngasih opo Wot...?" Tanya Pak Panjul kaget.
"Mbak... Tolong dong mbak... Bantuin bapak-bapak ini buat mbersihin kontol-kontolnya.... " Pinta Prawoto dengan nada santai
"A... Apa Bang...?" Tanya Citra yang tak kalah kagetnya.
"Iya... Tolong kamu sepongin kontol-kontol mereka mbak...."

Dengan tatapan bingung, Citra berulang kali melihat kearah tukang sayur dan kedua lelaki desa itu. 

"Isep mbak... Isep kontol mereka...." Kata Prawoto sambil memperagakan tangannya seperti sedang menggosok gigi.

Heran namun menurut. Citra lalu beranjak mendekat kearah Pak Panjul dan Pak Yusup berada. Wanita cantik itu tak habis pikir dengan apa yang tubuhnya ini selalu lakukan setiap kali ia mendengar kalimat-kalimat mesum Prawoto. Seolah dihipnotis, tapi sadar. Seolah dipaksa, tapi sukarela. 

Dengan lihai, Citra meraih batang-batang hitam milik kedua lelaki desa itu. Lalu dengan jemari lentiknya ia mulai meremas-remas perlahan sambil sesekali mengocoknya. 

HAAAP

Balutan hangat dan basah segera terasa menyelimuti batang penis Pak Panjul.

"Wuoooohhhh... Wotoooo.... Beneeerrr... ENAK BENEEERRR...."

Tak disitu saja, Citra segera menjilati sambil menyucup pelan lubang penis Pak Panjul kuat-kuat, hingga membuat tubuh tukang pijat itu merinding kelojotan.

"Sumpah Sup... Rasa kenyotan mulutnya Neng ini enak bener... Rasanya kaya disurga..." Puji Pak Panjul sambil meringis-meringis keenakan.



"Apanya yang rasanya kaya disurga Pak...?" Kata Pak Usep yang tiba-tiba sudah muncul dari balik batu besar disamping kolam pemandian Citra dan Prawoto. Diikuti oleh Diki, Projo dan Kirun di belakangnya.

"Eh... Anu pak.... Itu..."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar